Jumat, 05 Mei 2017

Kisah Pilu Asmara Inggit Garnasih dengan Bung Karno

Kisah Pilu Asmara Inggit Garnasih dengan Bung Karno






Nama lahir yang sebenarnya adalah Garnasih. Kata Inggit di depannya berasal dari kata jumlah uang se-ringgit. Semasa masih gadis, dia adalah tercantik di antara teman-temannya.
Ada istilah yang beredar di antara mereka, "Mendapat senyuman dari Garnasih, ibarat mendapat uang seringgit". Uang seringgit atau satu ringgit zaman itu sangat besar nilainya. Itulan awal munculnya kata Inggit di depan nama Garnasih.

Ia menjadi pendamping Bung Karno saat ia menimba ilmu di Institut Teknologi Bandung sambil merintis jalannya di bidang politik. Walau usia Inggit lebih tua 13 tahun ketika menikah dengan Bung Karno namun Inggit mampu menjadi seorang pendamping yang sepadan bagi Bung Karno.

Perbedaan usia yang mencolok ini malah menjadi keuntungan bagi Bung Karno karena baginya Inggit bukan hanya sekedar kekasih dan istri, namun sekaligus ibu yang mengemong dan membimbingnya.

Inggit adalah wanita sederhana, ia tak bisa membaca dan menulis. Namun dalam kesederhanaan dan keterbatasannya itulah, Inggit mampu membuat Soekarno muda bertumbuh menjadi seorang pejuang yang tangguh.

Ketika bersama Inggitlah Bung Karno merintis jalan politiknya. Di Bandung, ia mendirikan Partai Nasional Indonesia dan menjadi singa podium yang berjuang untuk kemerdekan Indonesia.

Jika Bung Karno diibaratkan nyala api, maka Inggit Ganarsih adalah kayu bakarnya. Inggit menghapus keringat ketika Soekarno kelelahan, Inggit menghibur ketika Soekarno kesepian atau membutuhkan dorongan darinya.

Inggit mengatakan, "Setiap kelelahan, ia memerlukan hati yang lembut, tetapi sekaligus memerlukan dorongan lagi yang besar yang mencambuknya, membesarkan hatinya. Istirahat, dielus, dipuaskan, diberi semangat lagi, dipuji dan didorong lagi" "Waktu sampai rumah aku harus menyediakan minuman asam untuk mengembalikan suara Kusno (Bung Karno) yang sudah parau itu. Aku seduh air jeruk atau asam kawak. Aku sendiri yang harus menidurkan kesayanganku yang besar ini, singa panggung ini. Tak ubahnya ia dengan anak kecil yang ingin dimanja." Ketika Bung Karno ditangkap dan dipenjara di Banceuy Bandung, Inggit tetap setia. Ia rajin mengunjungi dan mengirim makanan untuk suaminya di penjara. Untuk mendapatkan uang, ia membuat bedak, menjadi agen sabun cuci, membuat dan menjual rokok hingga menjahit pakaian dan kutang.

Kegigihan Inggit untuk menafkahi keluarganya saat Bung Karno dalam penjara, membuat Bung Karno sedih karena telah melalaikan tugasnya sebagai kepala rumah tangga, ketika hal itu disampaikan pada istrinya, Inggit memberinya semangat. "Tidak, kasep (ganteng), jangan berpikir begitu. Mengapa mesti berkecil hati. Di rumah segala berjalan beres.Tegakkan dirimu, Kus, tegakkan! Teruskan perjuanganmu! Jangan luntur karena cobaan semacam ini!" ujar Inggit.

Saat Bung Karno sedang menyusun naskah pembelaannya, Inggit membantu mencari dan mengirim data serta dokumen untuk referensi suaminya menyusun pembelaan (pledoi). Inggit dengan berani menyelundupkan data dan dokumen yang diperlukan Bung Karno ke Penjara Banceuy. Agar tak ketahuan sipir penjara ia menyembunyikan naskah tersebut di balik kebayanya.

Jerih payah Inggit ini membuat Bung Karno berhasil menyusun pembelaannya yang sangat terkenal, "Indonesia Menggugat", yang dibacakan di Landraad Bandung, 18 Agustus 1930.

Masa-masa pembuangan di Ende dan Bengkulu menjadi saksi bagi ketabahan dan kesetiaannya pada Bung Karno.
Sebetulnya, Inggit adalah manusia bebas yang memiliki hak untuk tidak ikut bersama suaminya dalam pembuangan. Namun cinta dan kesetiaannya pada Bung Karno membuatnya bertekad menyertai suaminya dalam suka dan duka.

Usaha Inggit untuk menghibur dan mendampingi Bung Karno selama di pengasingan ternyata tak cukup bagi Bung Karno. Soekarno yang saat itu berada di usia yang sedang bergelora tak kuasa melIhat kecantikan Fatmawati, anak angkatnya sendiri yang diasuhnya bersama Inggit di Bengkulu.

Bung Karno akhirnya meminta izin pada Inggit untuk diizinkan menikah dengan Fatmawati dengan alasan ingin memiliki keturunan. Satu-satunya yang tak bisa diberikan Inggit pada suaminya. Bung Karno tak berniat menceraikan Inggit, ia hanya meminta restu Inggit untuk menikah lagi dan status Inggit menjadi istri pertamanya. Dengan tegas Inggit menolak untuk dimadu, ia memilih bercerai daripada harus dimadu. "Aku orang Banjaran dari keluarga yang pantangannya adalah dimadu dalam keadaan bagaimanapun. Sudah aku jelaskan, kalau mau mengambil dia, ceraikanlah aku! Aku pantang dimadu!" tegas Inggit.

Selepas dari pembuangan di Bengkulu, pada tahun 1942 Bung Karno dan Inggit resmi bercerai di Jakarta. Perceraiannya ini disertai juga dengan sejumlah persayaratan yang dibuat di hadapan Empat Serangkai (Hatta, Ki Hajar Dewantara, KH Mas Mansur, dan Soekarno). Bagi Inggit yang telah menjalani bahtera rumah tangganya bersama Bung Karno selama hampir 20 tahun lamanya ini adalah suatu peristiwa yang paling menyedihkan dalam hidupnya. Namun, ia tak mau larut dalam kesedihan. "Sesungguhnya aku harus senang pula karena dengan menempuh jalan yang bukan bertabur bunga, aku telah menghantarkan seseorang sampai di gerbang yang amat berharga," kata Inggit.

Soekarno pada 17 Agustus 1945 memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Dan pada 18 Agustus 1945, Soekarno diangkat menjadi Presiden pertama RI, posisi yang otomatis menjadikan istri ketiganya, Fatmawati, menjadi Ibu Negara pertama.


Sumber: http://m.viva.co.id/berita/nasional/659910-kisah-pilu-asmara-inggit-garnasih-dengan-bung-karno

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bung Karno Mencari dan Menemukan Tuhan

Bung Karno Mencari dan Menemukan Tuhan  Ketika seseorang sedang dirundung masalah yang sangat berat dalam hidupnya, tidak ada yang sa...